KaromahHabib Ali Kwitang menyelamatkan mayor jenderal dari maut, simak kisahnya dari Habib Ali Assegaf.#karomah #waliallah #kisahnyata #kisahulama #kisahwal
Tokoh yang akan saya bahas dibawah ini adalah tokoh yang berpengaruh terhadap pembaharuan yang dilakukan di Jamiat Kheir dan berpengaruh dalam menentukan kebijakan dalam tubuh Jamiat Kheir. Tapi, terlebih dahulu akan disinggung tokoh-tokoh pendiri awal Jamiat Kheir. 61 Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir. 62 Pendiri perkumpulan ini adalah 1. Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab, sebagai Ketua 2. Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab, sebagai Wakil Ketua Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Almasyhur, sebagai Sekretaris 4. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab, sebagai Bendahara 5. Said bin Ahmad Basandiet, sebagai Anggota. Salah satu perwujudan cita-cita perkumpulan ini adalah mendirikan sebuah sekolah pada tanggal 17 Oktober 1919 dengan nama sekolah Djamiat Geir School dengan akte notaries Jan Willem Roeloffs Valk nomor 143. Susunan pengurus pertama kali 1. Sayid Abubakar bin Ali bin Syahab 2. Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus 3. Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi 4. Sayid Abubakar bin Muhammad Alhabsyi 5. Sayid Abubakar bin Abdullah Alatas 6. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab 7. Ahmad bin Abdullah Basalamah63 Jamiat Kheir merupakan pergerakan yang menelurkan generasi-generasi berkualitas, maka selanjutnya akan dibahas mengenai tokoh yang banyak sekali melakukan pergerakan dan menggelorakan perubahan terhadap penjajahan Belanda pada masa itu, tokoh-tokohnya yaitu 1 Habib Abubakar bin Ali Habib Abu Bakar dilahirkan di Bandar Betawi Jakarta pada hari Senin tanggal 28 Rajab tahun 1287 H/ 24 Oktober 1870 M. kemudian beliau berangkat ke Hadramaut pada akhir tahun 1297 H/ 1880 M bersama ayahnya, Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Shahubuddin Al-Alawy. Guru beliau adalah Ahmad 63 Muhammad Bahyan, pas sedang di Hadramaut, beliau belajar kepada Salim Sa‟id Abdul Haq. Beliau menghafalkan kitab Matan wafat pada tanggal 25 Dzulqa‟idah tahun 1299 H/ 8 Oktober 1882 M. Orang-orang merasa sangat berat kehilangan dia karena dia adalah seorang yang rajin dalam menuntut sangat mencintainya karena kecerdasannya dan kepatuhannya kepada Allah merahmatinya dengan rahmat yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang Pada tahun 1297 H, saat berusia 10 tahun, bersama ayahnya serta saudaranya Muhammad dan Sidah, berangkat ke Hadramaut. Di sana Abubakar menuntut ilmu dari berbagai guru terkenal, baik di Damun, Tarim, maupun Seywun, di samping mendatangi tempat pengajian dan pertemuan dengan sejumlah ulama terkemuka. la kembali ke Indonesia melalui Syihir, Aden, Singapura dan tiba kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Rajab 1321 H. Setelah mendapat gemblengan selama tiga belas tahun di Hadramaut. Kemudian mendirikan Jamiatul Khair bersama Abubakar bin Ali Shahab dan sejumlah pemuda Alawiyyin. Pada tanggal 1 Mei 1926, saat usianya 50 tahun, untuk kedua kalinya kembali berangkat ke Hadramaut disertai dua orang putranya Hamid dan Idrus. Mereka singgah di Singapura, Malaysia, Mesir dan Mukalla sebelum tiba di Damun, 20 Dzulqaidah 1344 H. Di tempat yang disinggahinya ia selalu belajar dengan para guru dan sejumlah habib. Di Hadramaut ia memperbaiki sejumlah masjid, diantaranya Masjid Al-Mas, bahkan juga membangun Masjid Sakran. Habib Abubakar tidak pemah jemu berjuang untuk kejayaan Islam dan Habib Ali bin Abubakar Shahab sebagai ketua Jamiat Kheir, juga ikut mendorong organisasi ini ketika pindah dari Pekojan ke Jalan Karet kini jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang. Kegiatan organisasi ini kemudian meluas dengan mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra aulad di 64 Sayyid bin Abu Bakar, Rihlatul Asfar Otobiografi, terj. Ali Yahya, tanpa penerbit, 2000, h. 16 65 %E2%80%93-1919/ Jalan Karet dan putri banat di Jalan Kebon Melati kini Jl. Kebon Kacang Raya, serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen. 2 Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi66 Beliau adalah Habib „Ali bin „Abdur Rahman bin „Abdullah bin Muhammad al-Habsyi. Lahir di Kwitang, Jakarta, pada 20 Jamadil Awwal 1286H / 20 April 1870M. Ayahanda beliau adalah Habib „Abdur Rahman al-Habsyi seorang ulama dan dai yang hidup zuhud, manakala bunda beliau seorang wanita sholehah bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Adapun kakeknya, Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menikah di Semarang. Dalam pelayaran kembali ke Pontianak, ia wafat, karena kapalnya karam. Adapun Habib Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali Kwitang, datang dari Hadramaut lalu bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah dengan para sultan dari klan Algadri. Habib „Abdur Rahman ditakdirkan menemui Penciptanya sebelum sempat melihat anaknya meninggal dunia sewaktu Habib „Ali masih wafat, Habib „Abdur Rahman berwasiat agar anaknya Habib „Ali dihantar ke Hadhramaut untuk mendalami ilmunya dengan para ulama di berusia lebih kurang 11 tahun, berangkatlah Habib „Ali ke Hadhramaut. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath Habib „Abdur Rahman bin „Alwi al-‟Aydrus. Di sana beliau menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang menjadi gurunya ialah Shohibul Mawlid Habib „Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Hasan bin Ahmad al-‟Aydrus, Habib Zain bin „Alwi Ba‟Abud, Habib Ahmad bin Hasan al-‟Aththas dan Syaikh Hasan bin „Awadh. Beliau juga berkesempatan ke al-Haramain dan meneguk ilmu dari ulama di sana, antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi Mufti Makkah, Sayyidi Abu Bakar al-Bakri Syatha ad-Dimyati, pengarang I‟aanathuth Thoolibiin yang masyhur Syaikh Muhammad Said Babsail, Syaikh „Umar Hamdan dan ramai lagi. 66 Ia dikenal sebagai penggerak pertama Majelis Taklim di Tanah Betawi. Majelis taklim yang digelar di Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perintis berdirinya majelis taklim-majelis taklim di seluruh tanah taklim Habib Ali di Kwitang merupakan majelis taklim pertama di boleh dibilang tidak ada orang yang berani membuka majelis selalu dibayang-bayangi dan dibatasi oleh pemerintah kolonial, Belanda. Setiap Minggu pagi kawasan Kwitang didatangi oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai pelosok, tidak hanya dari Jakarta saja namun juga dari Depok, Bogor, Sukabumi dan lain-lain. Bagi orang Betawi, menyebut Kwitang pasti akan teringat dengan salah satu habib kharismatik Betawi dan sering disebut-sebut sebagai perintis majelis Taklim di Jakarta, tiada lain adalah Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi atau yang kerap disapa dengan panggilan Habib Ali Kwitang. Menurut beberapa habib dan kiai, majelis taklim Habib Ali Kwitang akan bertahan lebih dari satu abad. Karena ajaran Islam yang disuguhkan berlandaskan tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, dan nilai-nilai keluhuran budi atau akhlakul karimah. Habib Ali, kata mereka, mengajarkan latihan kebersihan jiwa melalui tasawuf. Dia tidak pernah mengajarkan kebencian, hasad, dengki, gibah, ataupun almarhum mengembangkan tradisi AhlulBait, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak setiap manusia tanpa membedakan status sosial. Dua tahun setelah sang ayah wafat, Habib Ali Kwitang yang saat itu masih berusia 11 tahun, berangkat belajar ke Hadramaut. – sesuai wasiat ayahandanya yang kala itu sudah wafat. Tempat pertama yang dituju adalah rubath Habib Abdurrahman bin Alwi Alaydrus. Di majelis mulia itu ia juga membaca kitab kepada Habib Hsan bin Ahmad Alaydrus, Habib Zen bin Alwi Ba‟abud dan Syekh Hasan bin Awadh bin Makhdzam. Di antara para gurunya yang lain di Hadramaut yaitu Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi penyusun Simthud Durar, Habib Ahmad bin Hasan Alatas Huraidah, dan Habib Ahmad bin Muhsin Al-Hadar Bangil. Selama 4 tahun, Habib Ali Kwitang tinggal di sana, lalu pada tahun 1303 H/1886 M ia pulang ke Betawi. Pulang dari Hadramaut, ia belajar kepada Habib Utsman bin Yahya mufti Batavia, Habib Husein bin Muhsin Alatas Kramat, Bogor, Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Umar bin Idrus Alaydrus, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas Pekalongan, Habib Ahmad bin Muhammad Al- Muhdhor Bondowoso. Ketika terjadi perang di Tripoli Barat Libya, Habib Utsman menyuruh Habib Ali Kwitang untuk berpidato di masjid Jami‟ dalam rangka meminta pertolongan pada kaum muslimin agar membantu umat Islam yang menderita di pada waktu itu, Habib Ali Kwitang belum terbiasa tampil di podium. Tapi, dengan tampil di podium atas suruhan Habib Utsman, sejak saat itu lidahnya fasih dalam memberikan nasehat dan kemudian ia menjadi Tokoh-tokoh pahlawan Nasional yang pernah menjadi anggota perkumpulan Jamiat Kheir, diantaranya a. Raden Umar Said Tjokroaminoto. b. R. Jayanegara, Hoofd Jaksa Betawi, anggota nomor 352. c. Wiriadimaja, Asisten Wedana Rangkasbitung, anggota nomor 661. d. R. Hasan Djayadiningrat, anggota nomor 273. e. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, anggota nomor 770.
Kamimembuat perjalanan ke Makam Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang mudah, alasan itu lah yang membuat jutaan 930 pengguna, termasuk pengguna di Jakarta Selatan, percaya kepada Moovit sebagai app Transportasi Umum terbaik. Kamu tidak perlu mengunduh app untuk bis atau kereta secara terpisah, Moovit adalah app Transportasi Umum yang Yogyakarta – Bagi warga Jakarta, khususnya yang bermukim di daerah Kwitang, Jakarta Pusat, tentu sudah familiar dengan sosok Habib Ali Kwitang. Beliau merupakan ulama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di tanah lengkapnya ialah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi. Beliau adalah anak dari al-Habib Abdurrahman al-Habsyi dan Nyai Hajjah Ali lahir pada tanggal 20 April 1870 M di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Penisbatan nama Kwitang di belakang nama Habib Ali, dikarenakan di kampung itulah beliau lahir dan berdakwah sepanjang hidupnya. Hal tersebut yang kemudian membuat masyarakat mengenal beliau dengan nama Habib Ali Ali adalah keturunan Rasululullah yang memiliki nasab sebagai berikut al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad al-Habsyi Shahib Syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar al-Habsyi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadullah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah Muhammad PendidikanSejak kecil Habib Ali dididik langsung oleh ayahnya. Waktu yang dihabiskan Habib Ali belajar dengan ayahnya bisa terbilang singkat, karena ayahanda Habib Ali wafat pada saat Habib Ali berusia 10 tahun. Setelah ayahnya wafat, Habib Ali berangkat menuju Hadhramaut untuk menimba ilmu dengan para ulama di sana. Selama di Hadhramaut, Habib Ali berguru kepada1. al-Imam al-Qutub al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Penggubah Maulid Simtuddurar2. al-Imam al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas3. al-Habib Hasan bin Ahmad al-Aydrus4. al-Habib Zein bin Alwi Ba’bud5. Asy-Syeikh Hasan bin Awadh Mukhaddam6. al-Imam al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, Mufti ad-Dhiyyar al-Hadramiyyah dan juga penulis kitab Bughyah al-Musytarsyiddin, dan masih banyak ulama di Hadhramaut, Habib Ali menggunakan waktunya untuk belajar dan bersilaturahmi kepada para aulia di sana. Masa yang ditempuh Habib Ali di sana sekitar 7 tahun. Setelah dirasa selesai belajar di Yaman, beliau lalu kembali ke tanah ke Tanah Air dan Membuka Majelis Ta’limSetelah kembali ke Indonesia, Habib Ali masih berguru kepada banyak ulama di Tanah Air. Di antara beberapa guru beliau adalah al-Habib Usman bin Yahya Mufti Batavia, Abdul Hamid, Jatinegara, al-Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas, Keramat Empang, Bogor, dan masih banyak ulama periode tahun 1940 M hingga 1960 M, ada tiga serangkai ulama yang sangat berpengaruh dalam dakwah di Jakarta. Mereka adalah al-Habib Abdurrahman al-Habsyi Kwitang, al-Habib Ali bin Husein al-Attas Bungur dan al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. Banyak orang Jakarta berguru kepada mereka hidup, Habib Ali menghabiskan waktunya dengan menyebarkan Islam kepada seluruh kalangan tanpa membeda-bedakan. Habib Ali membuka majelis ta’lim tiap minggu pagi. Majelis ini adalah majelis pertama di Jakarta dan merupakan cikal bakal berdirinya majelis ta’lim di seluruh Abdul Qadir Umar Mauladdawilah dalam 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia 2013, di masa awal ketika Habib Ali merintis majelisnya, tidak ada seorangpun yang berani membuka majelis ta’lim karena dakwah waktu itu sangat diawasi dan dibatasi gerak-geriknya oleh pemerintah Kolonial ulama kala itu dianggap berbahaya oleh pemerintah. Mereka kerap diasosiasikan sebagai penghasut, provokator, hingga pemberontak terhadap kekuasaan kolonial. Itulah sebabnya mengapa para ulama semua perilakunya diawasi ketat oleh setelah majelis Habib Ali berdiri, bermunculan beberapa majelis lain di Jakarta dan di berbagai daerah di luar Jakarta. Kini majelis ta’lim menjadi ciri tersendiri dari model dakwah para ulama di Jakarta, entah yang berasal dari golongan habaib atau kyai di tiap sudut kota Jakarta sekarang pasti ada forum pengajian untuk masyarakat umum. Semua itu tidak mungkin terjadi tanpa ada upaya awal dari Habib dari hal di atas tidak keliru jika dikatakan kalau pengajian umum minggu pagi rintisan Habib Ali merupakan forum ilmu yang sangat berpengaruh di Tanah berpengaruhnya, KH Abdurrahman Wahid Gus Dur dalam satu artikel di Majalah Tempo berjudul Kwitang! Kwitang! 1983, menulis bahwa majelis Habib Ali bahkan sampai dijadikan strategi mencari penumpang oleh para kondektur bus kota yang trayeknya melewati lokasi Gus Dur, tiap minggu pagi para kondektur bus kota yang lewat lokasi pengajian akan berteriak, “Kwitang, Kwitang,” sebagai cara menarik kondektur ini tahu bahwa animo masyarakat yang akan hadir ke pengajian Habib Ali sangat besar. Itulah sebabnya mereka berteriak, “Kwitang, Kwitang,” guna mencari penumpang. Tingkah para kondektur ini uniknya hanya terjadi di hari minggu atau di hari ketika pengajian hari biasa, tidak ada kondektur yang berteriak, “Kwitang, Kwitang.” Mereka kembali ke mode normal seperti sebelumnya. Hal demikian menjadi bukti bagaimana besarnya pengaruh/barokah pengajian Habib Ali terhadap lingkungan sekitar. Majelis ta’lim tidak hanya menjadi forum ilmu, tapi juga menjadi sarana orang banyak untuk mengais Ali, Gus Dur, dan NUMereka yang hadir dan berguru kepada Habib Ali melalui majelisnya tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat biasa. Banyak tokoh publik dan ulama-ulama lain yang menjadi murid seperti Gus Dur dan Idham Cholid adalah contoh dua tokoh besar yang menjadi murid beliau. Keduanya merupakan mantan Ketua Umum PBNU dan sama-sama tokoh berpengaruh dalam dunia Islam satu kesempatan, Gus Dur mengatakan bahwa ia sewaktu kecil pernah mengkhatamkan beberapa kitab di hadapan Habib Ali langsung. Gus Dur bisa berkesempatan mengaji langsung kepada Habib Ali karena pengaruh KH. Wahid Hasyim yang tak lain adalah Wahid menurut penuturan Gus Dur kerap hadir di majelis Habib Ali dan mengajak Gus Dur ikut ke sana. Dari situlah awalnya kemudian Gus Dur jadi rutin pula datang ke pengajian Habib Dur sangat menghormati Habib Ali. Bentuk penghormatan Gus Dur terlihat melalui sikapnya yang masih kerap hadir di majelis Habib Ali meskipun Habib Ali telah sebuah cerita, konon kala Gus Dur masih menjadi Presiden, Gus Dur pernah tiba-tiba datang ke majelis Habib Ali Kwitang tanpa pemberitahuan ditanya oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Habsyi cucu Habib Ali kenapa datang mendadak, dengan santai Gus Dur menjawab, “mending begini Bib, kalau kasih kabar nanti kasihan jama’ah lain bisa repot.”Kalau dilacak ke belakang, hormatnya Gus Dur kepada Habib Ali memang sangat beralasan. Selain karena faktor keilmuan Habib Ali yang sangat luas serta faktor nasab beliau yang mulia, faktor kedekatan antara Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim selaku kakek dan ayah Gus Dur kepada Habib Ali menjadi faktor lain yang juga cerita yang beredar, ketika NU awal berdiri pada 1926, NU belum bisa masuk ke Batavia Jakarta. Barulah setelah Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim datang menemui Habib Ali di Jakarta dan meminta izin untuk mendirikan NU di sana, NU selanjutnya bisa masuk dan berdiri pula di Jakarta pada Ali sendiri tidak hanya mengizinkan, melainkan beliau juga masuk dan mendaku dirinya sebagai Nahdliyin. Hal inilah yang patut diduga menjadi penyebab mengapa Gus Dur sangat hormat kepada Habib Ali di samping faktor keilmuan dan faktor kedekatan kultural dan emosional antara keluarga Gus Dur dengan Habib Ali yang membuat Gus Dur menghormati Habib Ali sedemikian Dur sendiri dalam satu forum pernah menyebut bahwa Habib Ali adalah pakunya Jakarta bersama al-Habib Husein bin Abubakar al-Aydrus Habib Keramat Luar Batang Luar Batang dan Habib Usman bin Yahya Mufti Batavia. Hal ini menjadi semacam pengakuan akan bagaimana tingginya kedudukan Habib Ali dalam kehidupan umat menghabiskan seluruh waktunya untuk berdakwah, Habib Ali wafat pada 13 Oktober 1968 M di usia 102 tahun. Habib Ali dimakamkan di samping Masjid ar-Riyadh, Kwitang, Jakarta telah tiada, warisan akhlak, ilmu, dan segala kebaikan Habib Ali semasa hidup akan tetap abadi sampai kapanpun. Makam Habib Ali terbuka untuk umum. Siapapun boleh dan bisa berziarah ke makam beliau di Kwitang. Suatu saat Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang sedang mengajar di rumahnya di hadapan murid yang cukup banyak.. Lalu, beliau mendengar suara ibunda tercinta Nyai Salmah. "Li, Ali, Li," panggil sang ibu, dikutip PortalJember.com melalui video akun youtube Penerus Para Nabi pada 8 Januari 2020.. Baca Juga: Habib Umar Bin Hafidz Mampu Menghidupkan Jenazah yang Telah 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID Amjeb27n7cCCdKOmS6pTV8Af_Nb143Em9ht4Ar4o890zXSn23OEF7A==
HabibAli bin Abdurrahman Al Habsy Kwitang JakartaKaromah dan akhlak Habib Ali Kwitang
HabibAli bin Abdurrahman Alhabsyi, atau dikenal dengan nama Habib Ali Kwitang (20 April 1870 - 13 Oktober 1968) adalah salah seorang tokoh penyiar agama Isl
HabibAli Bin Abdurrahman Assegaf menceritakan karomah Habib Ali Kwitang yang mampu selamatkan nyawa seorang jenderal di Amerika. Mutiara Hikmah Ulama', Aulia', & Sholihin - Karomah Habib Ali Kwitang Selamatkan Jenderal | Facebook Qq3uEX.
  • 6td7dx01fq.pages.dev/248
  • 6td7dx01fq.pages.dev/327
  • 6td7dx01fq.pages.dev/277
  • 6td7dx01fq.pages.dev/458
  • 6td7dx01fq.pages.dev/593
  • 6td7dx01fq.pages.dev/548
  • 6td7dx01fq.pages.dev/250
  • 6td7dx01fq.pages.dev/231
  • karomah habib ali kwitang